Lokasi komplek Makam Aer Mata Ibu terletak di Desa Buduran Kecamatan Arosbaya Bangkalan Madura. Sebelah utara dari Kota Bangkalan berjarak sekitar 17 km dan dapat ditempuh dengan perjalanan darat sekitar 30 menit. Dari arah Surabaya berjarak sekitar 42 km via jembatan Suramadu.
Terdapat tiga cungkup di dalam area makam utama, diluar makam utama juga terdapat cungkup makam keluarga Raja Bangkalan. Masing-masing cungkup terdapat makam-makam yang memiliki seni ukir tinggi.
Makam permaisuri Syarifah Ambami berada di sisi paling utara, dengan bangunan lebih tinggi dibandingkan dengan makam-makam lainnya. Disisi selatan atau bawah terdapat banyak makam kuno yang merupakan makam keturuan atau abdi dalem dari Permaisuri Raja madura Barat Cakraningrat I Syarifah Ambami.
Sejarah dan asal usul nama Makam Aer mata
Asal usul makam Aer Mata berasal dari kisah Pangeran Cakraningrat I yang memerintah Pulau Madura sekitar tahun 1624 - 1648 masehi.
Menurut cerita,...
Pada jaman dahulu, pada jaman pemerintahan Sultan Agung di Mataram. Pada suatu hari Sultan Agung kedatangan tamu, yaitu rombongaan dari Sampang Madura yang dipimpin oleh Panembahan Juru Kiting. Bertujuan mau menghadapkan Raden Praseno yaitu salah satu putra Raja Arosbaya.
Setelah maksud kedatangannya dijelaskan kepada Sultan Agung tentang asal usul dari Raden Praseno, maka Sultan Agung merasa iba sebab Raden Praseno telah ditinggalkan oleh ayahnya ketika ia masih kecil.
Oleh karena itulah maka Sultan Agung memberikan kepercayaan kepada Raden Praseno dan mengangkatnya menjadi Raja Arosbaya dan berkedudukan di Sampang dengan gelar Pangeran Cakraningrat I menggantikan pamannya yang bernaman Pangeran Mas.
Beliau mempunyai seorang permaisuri yang bernama Syarifah Ambami.
Walaupun memerintah di Madura namun Pangeran Cakraningrat I banyak menghabiskan waktu di Mataram membantu Sultan Agung. Pemerintahan di Madura berjalan dengan lancar walaupun beliau tidak berada di Madura.
Karena Pangeran Cakraningrat I sering berada di Mataram, istrinya Syarifah Ambami merasa sangat sedih. Siang dan malam sang permaisuri menangis meratapi nasib dirinya. Akhirnya permaisuri bertekat untuk menjalankan pertapaan. beliau memilih sebuah bukit yang terletak di daerah Buduran Arosbaya.
Dalam pertapaan sang permaisuri selalu memohon dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa, semoga keturunanya kelak dapat ditakdirkan menjadi penguasa pemerintah di Madura sampai ke keturunan yang ketujuh.
Diceritakan juga dalam pertapaannya beliau bertemu dengan Nabi Haedir A.S. dan memperoleh kabar bahwa permohonannya insyaalloh akan dikabulkan. Betapa senang hati beliau, akhirnya beliau bergegas kembali ke kerajaan Sampang.
Selang beberapa waktu Pangeran Cakraningrat I kembali dari Mataram dan diceritakan semua pengalamanya selama ditinggal suaminya, bahwa beliau melakukan pertapaan dan dicerikan pula hasil dari pertapaannya.
Setelah mendengarkan cerita dari istinya itu, Pangeran Cakraningrat I bukannya merasa senang dan bahagia akan tetapi justru merasa bersedih dan kecewa terhadap istrinya, karena istrinya hanya berdoa sampai keturunan ketujuh saja.
Melihat kekecewaan yang terjadi pada suaminya maka sang permaisuri merasa sangat bersalah dan sangat bedosa terhadap suaminya.
Setelah Pangeran Cakraningrat I kembali ke Mataram, sang permaisuri pergi bertapa lagi, memohon agar semua kesalahan dan dosa terhadap suaminya diampuni.
Dengan perasaan sedih Permaisuri terus menjalani pertapaannya, beliau selalu menangis, menangis dan selalu menangis, sehingga air matanya mengalir membanjiri sekeliling tempat pertapaannya sampai beliau wafat dan di makamkan ditempat pertapaannya. Sekarang ini kita kenal dengan nama "Makam Aer Mata"